Begitulah Andi

Apakah kamu pernah merasakan diri tidak berdaya? diri seolah tidak mampu menghadapi berbagai masalah yang dihadapi? atau merasakan bahwa diri tidak berguna dan lebih banyak membawa petaka bagi orang-orang disekitar?

Seorang anak bernama Andi, dia sering berkata "Pak, diri saya tidak berguna. Saya merasa bahwa orang-orang disekitar menganggap saya remeh. Tak ada satupun orang  yang mau mengerti saya."
Emosi dia begitu sedih saat itu dan tidak ada orang yang mengerti. Labeling tentang dia begitu kuat. Andi dicap sebagai anak yang pendiam, lemah, dan tidak mau bergaul dengan yang lain. Beberapa guru juga melihat Andi tidak aktif dalam sesi pelajaran di kelas. Label dimikian yang membuat Andi semakin diam dan enggan untuk bercerita.

Pendiam bukan berarti tak pandai bergaul, tidak aktif di kelas bukan berarti tak pandai. Ada beberapa faktor yang perlu kita selami. Karena banyak juga yang pendiam di sekolah namun dalam komunitasnya aktif, ada yang tak aktif di kelas dalam pelajaran matematika, tapi di kelas seni diam-diam punya bakat yang luar biasa. Semua ada faktor yang harus terus digali, hingga kita sadar bahwa ia adalah manusia berpotensi dan memang semua manusia memiliki potensi.

Saat Andi berkata bahwa tak ada satupun orang yang mau mengerti, sejatinya perkataan itu bukanlah yang asli melainkan ada pikiran irasional membentuk pola pikir hingga ia menjadi insecure terhadap lingkungan sekitar. Padahal, dari sekian ratus teman di sekolahnya jika Andi mau berbaur pasti akan ada komunikasi dan hubungan pertemanan yang membangun kepercayaan satu sama lain. Setelah ditelusuri, Andi ternyata mengalami trauma yang begitu memilukan.

Sejak sekolah sebelumnya, ia adalah korban bullying. Memang badan ia cukup gemuk, kulitnya memang hitam, dan suaranya memang kecil. Namun hal itu justru jadi bahan olok-olokan teman-temannya. Tak hanya mengolok-olok, hasutan dan hasutan pun muncul untuk menjauhi Andi karena penampilannya yang tidak diterima oleh banyak temannya. Sejak kejadian itu ia mengubah penampilannya menjadi lebih rapih dan bersih. Tapi, luka tetaplah luka ia tak akan sembuh begitu saja layaknya membalikan telapak tangan kita. Trauma itu muncul dan masih ada hingga saat ini.

Namun setelah saya coba bilang "Andi, coba tuliskan apa yang kamu pikirkan tentang dirimu sendiri.". Jawabannya, Andi menuliskan semua hal negatif dalam dirinya dan hanya 1 hal positif yang ia tulis. Secara teori konsep diri, Andi mengalami penerimaan diri yang rendah. Begitu banyak potensi yang ia miliki namun yang terbenak dalam pikirannya adalah hal negatif tentang diri. Ia membenci dirinya sendiri.

"Kesuksesan apa yang pernah kamu raih selama hidup ini?" tanya saya saat proses konseling saat itu. Ia menjawab "Saya membantu teman saya yang dijauhi teman sekelasnya". Bagiku, prestasi tak hanya rangkaian medali dan piala juga urutan juara-juara lomba. Saat ia mau membantu temannya secara sukarela, keberanian, dan empati, itu sudah luar biasa. Andi punya prestasi hebat. Menolong sesama temannya yang kesulitan. Membantu mengeluarkan seseorang dari kondisi sulitnya. Menolong tak hanya makna saja. Dalam menolong, ada akal pikir yang kuat, hati yang tersentuh, raga yang tergerak, juga lisan yang terucap indah. Semua adalah hal positif yang sebenarnya Andi punya.

Saat saya tuliskan makna dari menolong tersebut, Andi mulai sadar bahwa ternyata ia punya hal positif yang bisa merasakan empati, peduli sesama, senang membantu, dan lainnya. Semakin hari ia semakin percaya diri. Semakin hari ia semakin yakin akan perubahan diri. Andi pun berkata "Pak, saya siap menjalani hari-hari, saya adalah Andi."

Menerima diri sepenuh hati, begitulah Andi.

fikrisuhardi
25 Oktober 2019

Komentar

Postingan Populer